DENPASAR, INFO DEWATA – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana secara tegas menolak perjanjian kerja sama antara kampus mereka dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana. Mereka menilai perjanjian ini berpotensi melanggar prinsip independensi pendidikan tinggi dan membuka celah pelanggaran hukum terkait perlindungan data pribadi mahasiswa.
Ketua BEM Udayana, I Wayan Arma Surya Darmaputra, dalam pernyataan tertulisnya pada Senin (31/3), menyatakan bahwa terdapat klausul dalam perjanjian yang berpotensi melanggar hak-hak mahasiswa dan asas kebebasan akademik yang dijamin oleh undang-undang.
Salah satu poin yang menjadi sorotan utama adalah Pasal 7 dalam dokumen kerja sama, yang mengatur pertukaran data dan informasi antara Universitas Udayana dengan Kodam IX/Udayana. Klausul ini memungkinkan TNI AD untuk meminta dan mengakses data penerimaan mahasiswa baru, yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
“Pemberian akses data mahasiswa kepada pihak militer tanpa alasan yang jelas berpotensi melanggar hukum, karena data pribadi harus dijaga dan tidak boleh diserahkan tanpa persetujuan individu yang bersangkutan,” ujar Arma.
Menurutnya, kerja sama ini juga dapat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang menegaskan bahwa perguruan tinggi harus bebas dari intervensi pihak luar, termasuk institusi militer, yang dapat menghambat kebebasan akademik.
Selain dugaan pelanggaran terhadap regulasi perlindungan data pribadi, BEM Udayana juga menyoroti kurangnya transparansi dalam proses penandatanganan perjanjian ini. Dokumen yang telah ditandatangani sejak 5 Maret 2025 baru diumumkan ke publik pada 26 Maret 2025, yang dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap asas keterbukaan informasi publik.
Dalam perspektif hukum administrasi, ketidakterbukaan ini dapat berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan badan publik, termasuk perguruan tinggi negeri, untuk menyampaikan informasi yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas.
“Proses perjanjian ini tidak transparan sejak awal, sehingga patut dipertanyakan keabsahannya dari sisi administrasi hukum,” tambah Arma.
Atas dasar potensi pelanggaran hukum tersebut, BEM Udayana mendesak pihak rektorat untuk segera membatalkan perjanjian dengan TNI AD. Mereka juga mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut jika tuntutan ini tidak dipenuhi, termasuk mengajukan gugatan ke Komisi Informasi Publik atau Ombudsman RI untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran administrasi oleh Universitas Udayana.
Sementara itu, pihak Universitas Udayana dan Kodam IX/Udayana belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan ini. Perjanjian kerja sama yang tertuang dalam dokumen Nomor B/2134/UN14.IV/HK.07.00/2025 tetap diklaim sebagai bentuk sinergi dalam bidang pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Polemik ini menjadi ujian bagi supremasi hukum dalam dunia pendidikan, terutama dalam menjamin perlindungan data mahasiswa dan kebebasan akademik dari potensi intervensi eksternal. (*)