BADUNG, INFO DEWATA – Pemerintah Kabupaten Badung mengambil langkah strategis dalam meningkatkan pelayanan publik, khususnya di sektor kesehatan, dengan menekankan pentingnya perlindungan terhadap kelompok rentan.
Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa, melakukan inspeksi mendadak ke Rumah Sakit Daerah (RSD) Mangusada dan menemukan fakta mencolok: pasien lanjut usia (lansia) dan penyandang disabilitas masih harus mengantre lama demi mendapatkan pelayanan medis.
Dalam sidaknya beberapa hari lalu, Bupati Adi Arnawa menyaksikan langsung kondisi pasien lansia dan disabilitas yang harus bersabar mengantre seperti pasien umum. Temuan tersebut langsung memantik reaksi dari orang nomor satu di Badung, yang kemudian memerintahkan manajemen rumah sakit untuk segera mengevaluasi sistem layanan yang ada.
Langkah cepat ini dipimpin oleh Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa dan ditindaklanjuti oleh Direktur Utama RSD Mangusada, dr. I Wayan Darta. Dalam keterangannya pada Minggu, 18 Mei 2025, dr. Darta menyatakan kesiapan penuh pihak rumah sakit untuk menyesuaikan sistem layanan sesuai instruksi Bupati.
Kebijakan ini digulirkan menyusul sidak yang dilakukan di RSD Mangusada, yang berlokasi di wilayah Kabupaten Badung, Bali. Arahan tersebut diberikan segera setelah kunjungan Bupati, dan pembenahan dijanjikan akan dilaksanakan secepatnya.
Secara politik, langkah Bupati menunjukkan komitmen serius terhadap prinsip keadilan layanan publik dan keberpihakan pada kelompok marjinal. Di tengah tekanan publik terhadap kualitas pelayanan kesehatan, tindakan ini menjadi pesan kuat bahwa pemerintah daerah hadir dan peduli terhadap kelompok yang kerap terpinggirkan dalam sistem birokrasi.
Sebagai respons, RSD Mangusada mulai menyiapkan jalur layanan khusus bagi lansia dan disabilitas, termasuk loket pendaftaran prioritas dan cap khusus saat berobat di poliklinik. Pihak rumah sakit juga diminta menyusun prosedur operasional standar (SOP) baru guna memastikan kemudahan akses dan kecepatan layanan.
“Saya minta pelayanan terhadap mereka menjadi prioritas, tidak boleh disamakan dengan pasien umum,” tegas Adi Arnawa.
Ia menambahkan bahwa pelayanan kesehatan bukan semata soal alat canggih, tetapi tentang empati dan keberpihakan pada masyarakat kecil.