JAKARTA, INFO DEWATA – Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali yang melarang produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) berukuran di bawah 1 liter menuai reaksi dari pelaku industri. Asosiasi produsen air kemasan pun melayangkan permohonan audiensi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena merasa terdampak oleh kebijakan tersebut.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, mengungkapkan hal itu saat menghadiri acara Aspal Plastik: Inovasi Ekonomi Sirkular untuk Infrastruktur Berkelanjutan Indonesia, pada Sabtu (5/7/2025). Menurutnya, asosiasi industri minuman ringan menyampaikan keberatan atas larangan produksi dan distribusi air kemasan di bawah 1 liter di seluruh Bali.
“Kemarin saya menerima permohonan audiensi dari asosiasi industri minuman ringan. Mereka merasa terdampak dengan kebijakan Pak Gubernur yang melarang produksi dan distribusi air kemasan di bawah 1 liter. Diskusinya cukup panjang,” ujar Bima Arya.
Ia menyebut, meskipun kebijakan itu patut diapresiasi sebagai langkah awal pengurangan sampah plastik, namun pelaksanaannya perlu mempertimbangkan berbagai aspek teknis dan dampak sosial-ekonomi yang mungkin timbul.
“Kami apresiasi inisiasi ini karena bertujuan mengurangi sampah plastik. Namun, setiap kebijakan tentu memiliki plus-minus. Pelaksanaannya perlu dilihat dari data dan fakta di lapangan, serta harus ada penyesuaian berdasarkan masukan semua pihak,” tegasnya.
Menurut Bima Arya, larangan semacam itu bisa mengganggu sistem ekonomi yang telah terbentuk selama puluhan tahun. Ia menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan lingkungan dan keberlangsungan industri.
“Tidak mudah karena ini menyangkut kebutuhan rumah tangga dan sistem ekonomi yang telah berjalan lama. Jadi, keseimbangan ekonominya bisa terganggu,” lanjutnya.
Ia juga menyinggung bahwa kebijakan lingkungan seperti pengurangan sampah plastik tidak bisa dijalankan secara parsial. Pemerintah, kata dia, harus memahami sistem pengelolaan sampah secara menyeluruh, dari hulu ke hilir.
“Masalah sampah tidak bisa ditangani secara terpisah. Sering kali justru komunitas, kampus, dan pelajar lebih paham soal pengelolaan sampah secara menyeluruh dibanding pemerintah sendiri,” tutupnya.
Kebijakan larangan AMDK di bawah 1 liter di Bali merupakan upaya progresif dalam mengurangi limbah plastik, namun kini tengah menjadi sorotan karena berpotensi menimbulkan efek domino terhadap industri minuman dan distribusi logistik di daerah.
Pemerintah pusat berjanji akan menelaah lebih dalam untuk mencari solusi terbaik yang seimbang antara kelestarian lingkungan dan keberlanjutan ekonomi. (*)