JAKARTA, INFO DEWATA – Polemik seputar kerja sama antara Universitas Udayana (Unud) dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam bidang pendidikan bela negara berujung pada pembatalan inisiatif tersebut oleh pihak kampus. Markas Besar TNI merespons tenang keputusan itu, menyatakan bahwa kerja sama hanya bisa berjalan atas dasar kesepakatan dua pihak.
Pembatalan kerja sama antara Unud dan Kodam IX/Udayana menuai perhatian publik, terutama dari kalangan mahasiswa. Kerja sama ini sebelumnya mencakup pemberian kuliah umum oleh TNI, pelatihan non-militeristik bela negara, hingga pengabdian masyarakat dan peningkatan kapasitas SDM prajurit aktif di bidang akademik.
Di pihak militer, pernyataan resmi disampaikan oleh Brigadir Jenderal TNI Kristomei Sianturi, Kepala Pusat Penerangan TNI. Sementara dari kalangan mahasiswa, suara kritis datang dari Ketua BEM Unud, I Wayan Arma Surya Darmaputra. Rektor Unud juga menjadi pihak kunci dalam penandatanganan dan pembatalan kerja sama tersebut.
Kontroversi ini muncul di Bali, khususnya di lingkungan Universitas Udayana, dan mencapai puncaknya pada Rabu, 9 April 2025, ketika Mabes TNI memberikan keterangan resminya.
Menurut Ketua BEM Unud, kerja sama tersebut dinilai tidak memberikan manfaat substantif bagi kampus dan cenderung menempatkan Unud sebagai pelaksana program, bukan sebagai pihak yang diuntungkan. Ia juga menilai adanya “karpet merah” bagi Kodam IX/Udayana sebagai bentuk intervensi terhadap independensi akademik.
Brigjen Kristomei menyatakan bahwa pembatalan tersebut sah secara prosedural dan tak menjadi persoalan bagi institusi TNI. Ia menekankan bahwa TNI tak pernah bermaksud menyebarkan doktrin militer di kampus dan kerja sama semacam ini umumnya lahir dari permintaan perguruan tinggi. TNI juga tetap terbuka bekerja sama dengan universitas lain yang membutuhkan penguatan nilai-nilai kebangsaan.
BEM Unud memberikan batas waktu tujuh hari bagi rektorat untuk secara resmi mencabut kerja sama dengan Kodam IX/Udayana. Jika tidak, BEM mengancam akan menempuh jalur hukum dan melakukan perlawanan secara litigasi maupun non-litigasi. Selain itu, mereka juga mendesak agar MoU antara Kemendikbudristek dan TNI di tingkat pusat ikut dicabut. (*)