INFODEWATA.COM – Beberapa tahun terakhir, istilah healing seperti jadi mantra baru yang sering kita dengar. Ada yang menyebutnya sebagai “waktu jeda”, ada juga yang menganggapnya proses spiritual. Di media sosial, kita sering melihat teman-teman menulis caption “lagi healing dulu”, entah itu sambil liburan ke pantai, meditasi, atau sekadar duduk tenang di kamar dengan lilin aromaterapi menyala.
Di balik semua itu, sebenarnya ada sesuatu yang lebih dalam: keinginan untuk memahami dan menyembuhkan diri sendiri. Bukan karena kita lemah, tapi karena akhirnya kita sadar, hidup yang cepat dan penuh tuntutan membuat jiwa sering tertinggal.
Dari Stres ke Kesadaran Diri
Kata healing kini tidak lagi identik dengan penyembuhan fisik. Banyak dari kita yang sebenarnya sedang “sakit” di dalam: lelah, kehilangan arah, atau merasa tidak cukup. Setelah pandemi, kesadaran terhadap kesehatan mental meningkat pesat. Kita mulai bertanya, apa yang sebenarnya membuatku tenang?
Bagi sebagian orang, jawabannya ada pada meditasi. Dengan hanya duduk diam dan mengamati napas, kita belajar mendengarkan diri sendiri, sesuatu yang sering terlupakan di tengah rutinitas. Ada keheningan yang tidak menakutkan, tapi justru menenangkan.
Salah seorang teman pernah berkata, “Aku baru sadar, diam itu juga bentuk komunikasi dengan diri sendiri.” Dan mungkin itulah awal dari proses healing yang sesungguhnya: kembali mendengar suara hati.
Tarot: Dari Mistik Menjadi Cermin Jiwa
Menariknya, di tengah gelombang spiritualitas modern, tarot kembali muncul, tapi dengan wajah yang berbeda. Jika dulu tarot dikenal sebagai alat untuk meramal masa depan, kini banyak orang melihatnya sebagai media refleksi diri.
Setiap kartu memiliki simbol dan cerita yang menggambarkan pengalaman manusia. Saat seseorang menarik kartu, yang sebenarnya terjadi adalah percakapan antara sadar dan bawah sadar, sebuah dialog batin yang penuh makna.
Tarot kini digunakan bukan untuk mencari tahu apa yang akan terjadi, melainkan untuk memahami apa yang sedang aku rasakan. Itulah mengapa banyak orang menemukan pencerahan kecil lewat satu kartu sederhana.
Sebagai praktisi tarot, saya sering melihat momen ketika seseorang menarik kartu dan tiba-tiba terdiam, lalu berkata pelan, “Iya… ini aku banget.”
Kini, banyak ruang edukatif yang mengajak orang memahami tarot dengan cara yang lembut dan membumi. Salah satunya adalah RumahTarot.com sebuah blog yang hadir bukan untuk meramal, tapi untuk mengajak pembaca mengenal simbol-simbol tarot sebagai jembatan menuju kesadaran diri. Di sana, tarot dipandang sebagai bahasa jiwa, bukan alat prediksi.
Self-Love: Cinta yang Paling Sering Kita Lupakan
Bersamaan dengan tren healing, istilah self-love juga semakin populer. Tapi sayangnya, makna aslinya sering disalahpahami. Mencintai diri bukan berarti memanjakan diri tanpa batas, melainkan berani hadir untuk diri sendiri, bahkan saat kita sedang lemah, kecewa, atau merasa tidak berharga.
Self-love adalah keberanian untuk berkata, “Aku pantas dicintai meski sedang tidak sempurna.” Dan sering kali, perjalanan menuju cinta diri inilah yang paling menantang.
Melalui praktik seperti meditasi, journaling, atau membaca tarot, kita belajar memandang diri dengan lebih lembut. Kita menyadari bahwa setiap pengalaman, bahkan yang menyakitkan, membawa pesan yang berharga.
Healing Sebagai Gaya Hidup Baru
Bisa dibilang, healing kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup modern. Generasi muda tidak lagi malu untuk bicara tentang kesehatan mental, burnout, atau kebutuhan akan keseimbangan hidup. Ada kesadaran baru bahwa produktivitas tanpa ketenangan batin hanya akan berujung pada kelelahan.
Entah lewat meditasi di pagi hari, membaca kartu tarot saat merasa buntu, atau sekadar menulis rasa syukur setiap malam, semuanya adalah bentuk healing yang sederhana namun bermakna. Setiap orang punya caranya sendiri, dan tidak ada cara yang benar atau salah.
Menyembuhkan Diri Bukan Tentang Menjadi Sempurna
Proses healing tidak memiliki garis akhir. Ia bukan tujuan, tapi perjalanan yang terus berkembang seiring bertambahnya kesadaran kita. Tarot, meditasi, atau praktik spiritual lainnya hanyalah alat bantu untuk mengenali siapa diri kita sebenarnya.
Mungkin pada akhirnya, healing hanyalah tentang satu hal sederhana: berteman dengan diri sendiri. Dan seperti pesan yang sering muncul dari bacaan tarot:
“Kamu tidak rusak. Kamu sedang belajar untuk pulih.”
Dunia bergerak cepat, tapi jiwa manusia tetap membutuhkan kedalaman. Selama kita mau berhenti sejenak, bernapas, mendengar, dan menerima, kita sedang menapaki jalan healing yang paling sejati. Sebab kadang, kedamaian bukan sesuatu yang kita cari jauh di luar sana. Ia ada di dalam diri, menunggu untuk ditemukan kembali.