Kriminal

Sindikat Penipuan Online Internasional Terungkap di Bali, Rekrutmen Bermodus Lowongan Kerja di Facebook

Petugas Kepolisian dari Direktorat Reserse Siber Polda Bali saat menggelar konferensi pers terkait pengungkapan sindikat penipuan online bermodus Love Scam, Rabu (11/6/2025). (Foto: Istimewa)
Petugas Kepolisian dari Direktorat Reserse Siber Polda Bali saat menggelar konferensi pers terkait pengungkapan sindikat penipuan online bermodus Love Scam, Rabu (11/6/2025). (Foto: Istimewa)

DENPASAR, INFO DEWATA – Direktorat Reserse Siber Polda Bali berhasil mengungkap jaringan penipuan online internasional yang dikendalikan dari luar negeri dan melibatkan puluhan pelaku yang direkrut melalui iklan lowongan kerja di media sosial.

Para tersangka awalnya dijanjikan pekerjaan sebagai telemarketing, namun nyatanya terlibat dalam praktik penipuan siber dengan target warga negara asing.

Bawa Kokain dan MDMA, WNA Asal Australia Ditangkap Saat Razia Lalu Lintas di Badung

Pengungkapan ini disampaikan Direktur Reserse Siber Polda Bali, Kombes Pol Ranefli Dian Candra, S.I.K., M.H., dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda Bali pada Rabu, 11 Juni 2025. Ia menyebut para pelaku awalnya bekerja di Kamboja sebelum membuka jaringan operasional di Indonesia.

“Awalnya mereka direkrut lewat iklan lowongan kerja di Facebook sebagai telemarketing. Namun saat bekerja di Kamboja, mereka justru diarahkan untuk meretas data dan melakukan penipuan yang dikendalikan dari wilayah Kamboja, dengan sasaran warga negara Amerika,” ungkap Kombes Ranefli.

Lima orang pertama yang direkrut kemudian diminta mendirikan kantor di Indonesia untuk memperluas jaringan. Proses rekrutmen dan pelatihan dilakukan di beberapa lokasi di Bali, termasuk Tabanan dan Mengwi, sebelum akhirnya berpindah ke lima tempat kejadian perkara (TKP) berbeda.

Modus yang digunakan dalam operasi ini dikenal dengan istilah “Love Scam”, yaitu taktik penipuan yang memanfaatkan profil palsu berupa wanita cantik berpenampilan ala model asal Amerika. Korban dibujuk dengan janji-janji bisnis dan hubungan asmara untuk kemudian diperas secara finansial.

“Mereka beroperasi melalui aplikasi Telegram, dan seluruh targetnya adalah warga negara Amerika. Kami belum bisa merinci jumlah kerugian maupun korban, namun dari barang bukti berupa komputer yang kami sita, terlihat kode-kode negara yang mengarah pada Amerika Serikat,” jelas Kombes Ranefli.

Meski beberapa pelaku mengaku tidak mengetahui secara pasti pekerjaan yang mereka jalani saat awal direkrut, penyidik menyimpulkan bahwa mereka tetap melanjutkan keterlibatannya karena alasan ekonomi dan sulitnya mencari pekerjaan.

Hingga saat ini, penyelidikan masih terus berlangsung untuk menelusuri jaringan lebih luas serta menakar total kerugian yang ditimbulkan oleh sindikat ini.

Proyek MRT Bali Dapat Dukungan dari Jakarta, Koster: Kami Sangat Membutuhkan Moda Ini

Bagikan