DENPASAR, INFO DEWATA – Aparat Kepolisian Daerah (Polda) Bali tengah mendalami kasus penangkapan kapal asing berbendera China yang secara ilegal masuk ke wilayah perairan Indonesia tanpa dokumen keimigrasian dan izin pelayaran yang sah. Kapal tersebut, FV Yue Lu Yu 28359 berbobot 230 GT, diduga kuat dimodifikasi untuk tujuan mencurigakan yang kini menjadi perhatian serius aparat penegak hukum.
Sebuah kapal ikan berbendera China ditangkap di perairan selatan Jawa Timur oleh Kapal Pengawas Kelautan dan Perikanan (KP) Paus milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kamis, 8 Mei 2025. Kapal itu menunjukkan pola pelayaran tidak lazim dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia, tidak melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), serta menghindari kontak dengan otoritas saat didekati.
Enam Anak Buah Kapal (ABK) asal China diamankan dalam operasi ini. Penyelidikan kini berada di bawah kewenangan Direktorat Polairud Polda Bali bersama Direktorat Kriminal Khusus. Kepala Unit Sidik Polairud Polda Bali, Ipda I Gusti Bagus Suswadi, mengatakan bahwa proses hukum difokuskan pada potensi pelanggaran keimigrasian, pelayaran, dan kemungkinan praktik penyelundupan manusia.
Setelah dihentikan di perairan selatan Jawa Timur, kapal asing itu baru berhasil ditarik ke Pelabuhan Benoa, Denpasar, Bali pada Senin pagi, 12 Mei 2025 karena mengalami kerusakan mesin. Pemeriksaan awal dilakukan di tengah laut, dilanjutkan dengan penyelidikan lanjutan di pelabuhan oleh tim gabungan dari PSDKP dan Kepolisian.
Kapal FV Yue Lu Yu 28359 diduga kuat telah dimodifikasi sedemikian rupa, dengan ruang palka yang diubah menjadi sejumlah kamar lengkap dengan kipas angin dan tempat tidur. Modifikasi tersebut menimbulkan dugaan kapal digunakan bukan untuk aktivitas perikanan, tetapi untuk tujuan lain yang belum diketahui pasti. Tidak ditemukan alat tangkap atau hasil perikanan, menguatkan asumsi bahwa kapal itu tidak menjalankan fungsi sebagai kapal penangkap ikan.
Selain itu, kapal tersebut menggunakan dokumen pelayaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan China, namun tidak memiliki dokumen imigrasi seperti paspor untuk ABK yang berada di dalamnya.
Penggunaan nama kapal yang diduga berubah-ubah, termasuk dugaan nama lain FV 2508, juga memicu kecurigaan aparat akan praktik penyamaran yang disengaja.
Setelah dilakukan ekspose bersama oleh KKP dan aparat penegak hukum, kasus ini secara resmi dilimpahkan ke Dit Polairud Polda Bali untuk pengembangan lebih lanjut. Polda Bali kini tengah mendalami kemungkinan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau bentuk kejahatan lintas negara lainnya.
Ipda Suswadi menyatakan bahwa salah satu ABK yang bisa berbahasa Inggris telah membantu komunikasi, sementara pihaknya berkoordinasi dengan Konsulat China guna menghadirkan penerjemah resmi.
“Belum bisa dipastikan unsur TPPO, namun indikasi adanya pelanggaran keimigrasian dan pelayaran sangat jelas. Kami mendalami dugaan bahwa kapal tersebut digunakan untuk aktivitas ilegal lain,” ujarnya.
Pelanggaran wilayah teritorial tanpa izin resmi dari otoritas berwenang, terutama oleh kapal asing, merupakan pelanggaran serius. Hal ini diatur dalam Pasal 317 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan dapat dikenai sanksi pidana.
Selain itu, keberadaan warga negara asing tanpa dokumen keimigrasian sah melanggar UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Jika kelak ditemukan indikasi TPPO, maka pelaku dapat dijerat dengan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. (*)