KARANGASEM, INFO DEWATA – Tiga warga asal Banjar Dinas Selat Kelod, Desa Selat, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem resmi ditahan oleh pihak kepolisian setelah diduga terlibat dalam kasus pemukulan terhadap seorang pecalang yang tengah bertugas di kawasan suci Pura Agung Besakih.
Ketiga terduga pelaku berinisial IGLAED (30), IGLR (56), dan IGNAAP (21) ditahan oleh Polres Karangasem berdasarkan Laporan Polisi tertanggal 14 April 2025. Penahanan dilakukan setelah proses penyelidikan intensif, termasuk olah tempat kejadian perkara (TKP), pemeriksaan saksi-saksi, serta penelusuran rekaman CCTV.
“Pelaku telah kami tahan setelah cukup bukti terkait tindakan pemukulan terhadap pecalang yang terjadi di kawasan Pura Agung Besakih,” tegas Kapolres Karangasem, AKBP Joseph Edward Purba dalam keterangannya, Rabu (16/4).
AKBP Purba menjelaskan, ketiga pelaku disangkakan melanggar Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur tindak pidana kekerasan secara bersama-sama di muka umum.
Insiden ini menggugah perhatian masyarakat Bali, mengingat pecalang bukan sekadar petugas keamanan biasa. Dalam konteks budaya Bali, pecalang memiliki kedudukan terhormat sebagai pengemban tugas adat dan keamanan desa, terutama dalam menjaga ketertiban di tempat suci serta saat pelaksanaan upacara keagamaan.
Pura Agung Besakih, sebagai pura terbesar dan paling suci dalam kepercayaan umat Hindu Bali, seharusnya menjadi zona damai dan sakral yang bebas dari segala bentuk kekerasan. Tindakan pemukulan terhadap pecalang di tempat tersebut bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat Bali.
Dengan penahanan ini, Polres Karangasem berharap dapat memberikan efek jera dan mempertegas bahwa kekerasan, terutama terhadap aparat adat yang sedang menjalankan tugas, tidak dapat ditoleransi.
Masyarakat adat dan tokoh-tokoh budaya pun mengharapkan adanya penegakan hukum yang tegas, sekaligus edukasi berkelanjutan mengenai pentingnya menghormati institusi adat seperti pecalang.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa pelestarian budaya tidak hanya dilakukan lewat upacara, tetapi juga melalui penghormatan terhadap para penjaganya. (*)