BADUNG, INFO DEWATA – Dampak ekonomi dari penutupan pabrik Coca Cola di Bali mulai dirasakan secara nyata, terutama bagi para pekerja. Sebanyak 70 karyawan diberhentikan menyusul keputusan perusahaan menutup fasilitas produksinya di Desa Werdi Bhuwana, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, efektif per 1 Juli 2025.
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Badung, Putu Eka Merthawan, pada Rabu (11/6/2025), mengungkapkan bahwa PHK terhadap 70 pekerja ini terdiri dari 55 orang yang bekerja di pabrik Mengwi dan 15 orang dari unit operasional Coca Cola di Jalan Nangka, Denpasar.
Langkah ini diduga kuat dipicu oleh penurunan signifikan dalam penjualan produk minuman ringan yang menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi produksi.
“Kami mendorong perusahaan agar memenuhi hak-hak karyawan,” ujar Eka, seraya memastikan bahwa pihaknya terus mengawasi jalannya proses PHK ini agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Meski berat, Disperinaker Badung mengapresiasi respons perusahaan dalam menangani dampak PHK. Coca Cola disebut tetap membayarkan premi BPJS Ketenagakerjaan selama sepuluh bulan bagi para pekerja yang terdampak, meski mereka telah diberhentikan.
Selain itu, perusahaan juga memberikan pesangon dengan besaran hingga enam kali gaji pokok, lebih besar dari ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023.
Tak hanya itu, perusahaan juga membuka kesempatan bagi tiga karyawan untuk tetap bekerja dan dipindahkan ke unit Coca Cola di Jakarta dan Surabaya. Sementara bagi karyawan lainnya, disediakan pelatihan keterampilan kerja agar mereka memiliki keahlian baru untuk bisa bersaing di pasar tenaga kerja.
“Kami apresiasi langkah baik perusahaan ini. Hal ini juga sudah kami laporkan ke Pak Bupati dan beliau juga mengapresiasi,” kata Eka.
Langkah mitigasi ini menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Kabupaten Badung karena PHK massal bisa memberikan efek domino terhadap stabilitas ekonomi lokal, terutama di sektor rumah tangga dan konsumsi. Pabrik Coca Cola di Mengwi sebelumnya menyerap tenaga kerja lokal dan menjadi salah satu penopang ekonomi mikro di kawasan tersebut.
Sebagai tindak lanjut, Disperinaker berkomitmen akan terus mengawal pemenuhan seluruh hak pekerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta mendorong program pelatihan lanjutan dan penyaluran kerja bagi para korban PHK.
Penutupan pabrik dan efisiensi yang dilakukan Coca Cola mencerminkan dinamika baru dalam dunia industri manufaktur minuman di Indonesia. Situasi ini menegaskan pentingnya diversifikasi keahlian bagi pekerja dan kesiapan daerah dalam merespons ketidakstabilan pasar industri. (*)