DENPASAR, INFODEWATA.COM – Ribuan umat Hindu dari Denpasar dan sekitarnya memadati Pantai Mertasari Sanur pada Minggu (7/9/2025) untuk mengikuti prosesi Panglukatan Agung Banyupinaruh. Kegiatan sakral ini digelar oleh Pinandita Sanggraha Nusantara (PSN) Korwil Bali dan dipuput oleh tujuh sulinggih, sehingga disebut sebagai panglukatan agung.
Ketua PSN Korwil Bali, Pinandita I Wayan Dodi Arianta, menyampaikan bahwa prosesi kali ini sangat istimewa karena bertepatan dengan Purnama Katiga. “Pesertanya sangat ramai. Kami menyiapkan 1.500 karawista, semuanya habis. Total peserta diperkirakan mencapai lebih dari 5.000 orang,” ungkapnya.
Dalam prosesi ini, umat menerima tujuh jenis pangelukatan, yakni Gangga, Siwa Baruna, Wisnu Panjara, Siwa Geni, Budha, Wana Gamana, dan Marga Gamana. Umat yang hadir membawa pejati maupun canang sesuai kemampuan masing-masing.
Dodi Arianta menjelaskan, malam sebelum pelaksanaan Saraswati, para pemangku menggelar upacara di tengah laut dengan mencelupkan botol tertutup ke dalam air laut untuk memperoleh tirta nirmala. Tirta ini kemudian didoakan oleh Ida Sulinggih dan menjadi salah satu bahan dasar tirta dalam prosesi melukat. “Selama ini masyarakat ke pantai melukat untuk menghilangkan mala. Namun dengan Panglukatan Agung ini, selain membersihkan diri dari mala, umat juga memperoleh tirta pangweruh agar mendapatkan pengetahuan sejati,” jelasnya.
Ketua PHDI Bali, I Nyoman Kenak, yang turut hadir, menegaskan makna mendalam dari Banyupinaruh. Menurutnya, banyu berarti air dan pinaruh bermakna pengetahuan. “Banyupinaruh adalah pembersihan kegelapan dan kekotoran pikiran dengan ilmu pengetahuan. Prosesi ini erat kaitannya dengan Saraswati, karena Saraswati jatuh pada akhir wuku Watugunung, sedangkan Banyupinaruh dilaksanakan pada awal wuku berikutnya,” jelasnya.
Kenak menambahkan bahwa melukat saat Banyupinaruh adalah baik, namun hasilnya tidak akan maksimal tanpa diiringi belajar dan pengendalian diri. “Apalagi kewajiban manusia adalah belajar. Long life education, tiada henti belajar baik secara formal maupun informal,” ujarnya.
Dengan prosesi ini, umat Hindu tidak hanya menjalankan ritual penyucian diri, tetapi juga merefleksikan pentingnya pengetahuan sebagai penerang hidup, sejalan dengan ajaran Saraswati yang dirayakan sehari sebelumnya. (*)