JEMBRANA, INFO DEWATA – Seorang pegawai PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Jembrana, Sayu Putu Rina Dewi (36), resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 1,7 miliar. Penetapan ini dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana setelah menerima laporan dari ratusan korban terkait praktik penyaluran kredit fiktif yang dilakukan tersangka sepanjang tahun 2023 hingga 2024.
Kasus bermula dari pengaduan masyarakat yang mengaku menjadi korban penyalahgunaan wewenang oleh tersangka dalam kapasitasnya sebagai mantri BRI. Sebagai mantri, tersangka memiliki tanggung jawab di sektor mikro, terutama dalam penyaluran kredit dan promosi produk BRI kepada nasabah. Namun, dalam praktiknya, tersangka diduga melakukan penyelewengan dana melalui modus manipulasi data kredit dan pemanfaatan dana untuk kepentingan pribadi.
Tersangka, Sayu Putu Rina Dewi, merupakan warga asal Kabupaten Buleleng yang ditugaskan sebagai mantri di salah satu unit BRI di wilayah Jembrana. Kepala Kejari Jembrana, Salomina Meyke Saliama, mengungkapkan bahwa tindakan tersangka menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1.720.530.500. Dari jumlah tersebut, tersangka baru mengembalikan Rp 202.964.233 menggunakan uang pribadinya, sehingga masih terdapat kerugian negara senilai Rp 1.517.566.267 yang belum dikembalikan.
Tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo. pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. pasal 64 ayat (1) KUHP. Subsider pasal 3, pasal 8, dan pasal 9 dalam undang-undang yang sama juga disiapkan untuk memperkuat dakwaan.
Menariknya, tersangka saat ini masih menjalani hukuman pidana selama 1 tahun 3 bulan atas perkara sebelumnya, yakni penggelapan mobil. Dalam kasus tersebut, ia divonis pada 19 Desember 2024 setelah terbukti menyewa mobil lalu menggadaikannya kepada pihak lain. Saat ini, tersangka ditahan di Rutan Kelas IIB Negara untuk selanjutnya menjalani proses penyidikan kasus korupsi secara intensif. (*)