Budaya

Tumpek Uduh: Tradisi Umat Hindu Bali dalam Melestarikan Alam

BUDAYA, INFO DEWATA – Umat Hindu di Bali kembali merayakan Tumpek Uduh, sebuah upacara suci yang didedikasikan untuk menghormati tumbuh-tumbuhan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Sangkara. Perayaan ini berlangsung setiap enam bulan sekali pada hari Saniscara (Sabtu) Kliwon, wuku Wariga, tepat 25 hari sebelum Hari Raya Galungan.

Makna dan Filosofi Tumpek Uduh

Tumpek Uduh, yang juga dikenal dengan nama Tumpek Wariga, Tumpek Bubuh, atau Tumpek Pangatag, memiliki filosofi mendalam dalam ajaran Hindu. Upacara ini merupakan bentuk implementasi dari konsep Tri Hita Karana, yaitu keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan. Melalui perayaan ini, umat Hindu diingatkan akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan serta menghormati tumbuh-tumbuhan sebagai sumber kehidupan.

Ribuan Krama Desa Adat Munggu Meriahkan Tradisi Makotek, Warisan Budaya Sejak Abad ke-18

Disebut Tumpek Bubuh karena dalam prosesi ini dipersembahkan bubur sumsum yang terbuat dari tepung sebagai sesajen. Sementara itu, sebutan Tumpek Pangatag berasal dari tradisi ngatag, yakni mengetuk batang pohon yang dihaturkan upacara sambil melantunkan doa sebagai bentuk penghormatan dan harapan agar tumbuhan tetap subur dan memberikan manfaat bagi kehidupan.

Prosesi Upacara dan Rasa Syukur kepada Alam

Dalam pelaksanaan Tumpek Uduh, umat Hindu menghaturkan sesajen di berbagai jenis pohon, terutama yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis tinggi, seperti pohon kelapa, pisang, dan mangga. Upacara ini dipimpin oleh pendeta atau pemangku yang membacakan doa-doa penuh puji syukur kepada alam.

Perayaan ini bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga sebagai pengingat bagi manusia akan peran penting lingkungan dalam kehidupan. Dengan melakukan upacara ini, umat Hindu diharapkan semakin sadar akan pentingnya menjaga alam dan tidak mengeksploitasi sumber daya secara berlebihan.

Upaya Pelestarian Tradisi dan Lingkungan

Sebagai bagian dari budaya Bali, Tumpek Uduh menjadi momentum bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran ekologis. Pemerintah daerah dan komunitas adat sering mengadakan kegiatan penghijauan dan kampanye lingkungan sejalan dengan perayaan ini. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi yang telah diwariskan turun-temurun ini tetap relevan di era modern, terutama dalam upaya pelestarian alam.

Dengan makna mendalam yang terkandung di dalamnya, Tumpek Uduh bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga simbol kepedulian terhadap alam sebagai bagian dari kehidupan harmonis manusia. (dd)

Bagikan