Budaya
Beranda /Budaya /Sejarah dan Makna Hari Raya Nyepi di Bali

Sejarah dan Makna Hari Raya Nyepi di Bali

Prosesi keagamaan umat Hindu Bali dalam perayaan Hari Raya Nyepi, termasuk upacara Melasti di tepi laut.

BUDAYA, INFO DEWATA – Hari Raya Nyepi merupakan salah satu perayaan keagamaan yang paling sakral bagi umat Hindu di Bali. Berbeda dengan perayaan tahun baru di berbagai belahan dunia yang identik dengan pesta dan kembang api, Nyepi justru dirayakan dengan cara yang unik hening, tanpa aktivitas, dan penuh perenungan.

Asal Usul dan Sejarah Nyepi

Hari Raya Nyepi dirayakan setiap Tahun Baru Saka, yang jatuh pada Tilem Kesanga atau bulan mati dalam kalender Bali. Perayaan ini memiliki akar sejarah yang panjang dan berkaitan erat dengan masuknya ajaran Hindu ke Nusantara.

7 Destinasi Wisata di Bali yang Cocok untuk Libur Lebaran Beserta Harga Tiket Masuknya

Menurut catatan sejarah, sistem kalender Saka pertama kali diperkenalkan di India oleh Raja Kaniskha I dari Dinasti Kushan pada tahun 78 Masehi. Kalender ini kemudian diadopsi oleh kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, termasuk di Bali, yang hingga kini masih menggunakan sistem penanggalan tersebut dalam berbagai ritual keagamaan.

Secara filosofis, perayaan Nyepi di Bali berkaitan dengan konsep Brata Penyepian, yaitu momen untuk menyucikan diri dan alam semesta dari segala kekotoran, baik yang bersifat fisik maupun spiritual.

Rangkaian Upacara Sebelum dan Sesudah Nyepi

Nyepi bukan hanya tentang sehari penuh keheningan, tetapi juga serangkaian upacara yang berlangsung beberapa hari sebelum dan sesudahnya:

  1. Melasti (2-3 hari sebelum Nyepi)
    • Umat Hindu mengadakan prosesi penyucian diri dan simbol-simbol keagamaan di sumber air suci seperti laut, danau, atau mata air.
    • Ritual ini bertujuan untuk membersihkan alam dan manusia dari segala bentuk kotoran lahir dan batin.
  2. Tawur Kesanga (Sehari sebelum Nyepi)
    • Digelar upacara pecaruan atau persembahan kepada Bhuta Kala (unsur negatif di alam semesta).
    • Diakhiri dengan pawai Ogoh-ogoh, yaitu boneka raksasa yang melambangkan sifat buruk manusia, yang kemudian dibakar sebagai simbol pemusnahan energi negatif.
  3. Hari Nyepi (Brata Penyepian, sehari penuh)
    • Amati Geni (tidak menyalakan api atau listrik).
    • Amati Karya (tidak bekerja atau beraktivitas).
    • Amati Lelungan (tidak bepergian).
    • Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang).
    • Selama 24 jam, seluruh aktivitas di Bali berhenti total, termasuk bandara yang ditutup dan jalanan yang kosong tanpa kendaraan.
  4. Ngembak Geni (Sehari setelah Nyepi)
    • Masyarakat Bali kembali beraktivitas dan saling bermaafan dalam semangat dharma santhi, sebagai simbol rekonsiliasi dan awal yang baru.

Makna dan Filosofi Hari Nyepi

Nyepi bukan sekadar ritual, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Dalam ajaran Hindu, Nyepi merupakan bentuk introspeksi diri untuk mengendalikan hawa nafsu, memperbaiki hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.

Selain itu, dampak Nyepi bagi lingkungan juga sangat nyata. Dengan penghentian aktivitas selama sehari penuh, polusi udara di Bali berkurang drastis, dan kondisi alam menjadi lebih segar. Tak heran, banyak peneliti lingkungan yang menganggap Nyepi sebagai contoh tradisi lokal yang mendukung konsep sustainable living atau kehidupan berkelanjutan.

Penutup

Hari Raya Nyepi bukan hanya tradisi keagamaan, tetapi juga warisan budaya yang telah berlangsung selama berabad-abad di Bali. Dengan filosofi keheningan dan refleksi diri, perayaan ini mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang masih relevan hingga kini.

Bagi wisatawan yang sedang berada di Bali saat Nyepi, penting untuk menghormati aturan yang berlaku dan merasakan keunikan momen langka ini. Dalam diam, ada kedamaian. Dalam keheningan, ada makna yang mendalam.

INFO DEWATA | Liputan Budaya & Tradisi

Tumpek Uduh: Tradisi Umat Hindu Bali dalam Melestarikan Alam

Bagikan